Wunung, 28–29 Oktober 2025, Dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM layanan perlindungan anak, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Gunungkidul menggelar kegiatan “Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Melalui Pelatihan Mendongeng” selama dua hari, Selasa–Rabu, 28–29 Oktober 2025, bertempat di Giri Sela Kandha, Wunung. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 30 SDM layanan Perlindungan Anak dari berbagai wilayah di Kabupaten Gunungkidul.
Kegiatan dibuka pada pukul 08.30 WIB dengan doa bersama dan sambutan oleh Plt. Kepala Dinsos P3A Kabupaten Gunungkidul, Markus Tri Munarja. Dalam sambutannya, beliau menekankan bahwa mendongeng merupakan salah satu metode edukatif yang menyenangkan dan efektif dalam membangun karakter anak.
Beliau menyampaikan bahwa dongeng dapat bersumber dari beragam inspirasi, baik khayalan, budaya, maupun realitas kehidupan. “Teknologi dihasilkan dari olah pikir, namun budi pekerti terbentuk dari olah rasa dan hati,” ujar Plt. Kepala Dinsos P3A. Ia juga menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara orang dewasa dan anak untuk menjembatani kesenjangan generasi. Selain itu, ia mengingatkan bahwa pendongeng harus cermat memahami kapan harus mengubah topik agar anak tetap tertarik.
Materi pertama disampaikan oleh Prasenna Nawaksanti, S.Si., M.Pd., yang berfokus pada konsep dan teknik mendongeng dengan menekankan penggunaan seluruh alat artikulator seperti bibir, lidah, rongga mulut, rahang, dan gigi. Ia menjelaskan tentang karakter suara yang meliputi rentang nada dari rendah hingga tinggi, warna suara yang dibentuk dari variasi alat artikulator, serta penggunaan dialek, logat, dan tempo untuk menciptakan karakter yang khas seperti suara kakek yang bergetar, cucu yang cadel, atau anak yang berbicara cepat. Pemilihan kosakata juga harus disesuaikan dengan karakter, misalnya “lo–gue” untuk anak muda, “kamu–saya” untuk orang dewasa, atau “dikau sahaya” untuk tokoh raja. Selain itu, ia menekankan pentingnya bahasa tubuh dalam memperkuat pesan dongeng serta penguasaan panggung yang efektif, termasuk bergerak hanya ketika diperlukan, menghindari gerakan berulang tanpa makna, menggunakan perpindahan posisi untuk menegaskan pesan, serta memahami bahwa bergerak ke kiri menggambarkan masa depan dan ke kanan menggambarkan masa lalu.
Materi kedua disampaikan oleh Antonius Ferry Timur Indarto, yang menekankan bahwa imajinasi memiliki peran yang jauh lebih penting daripada pengetahuan dalam proses kreatif mendongeng. Ia menjelaskan bahwa imajinasi bersifat tak terbatas dan menjadi sumber kreativitas, sementara pengetahuan memiliki batasan. Melalui dongeng, imajinasi dapat ditumbuhkan untuk memperkaya pengalaman batin dan menguatkan kecerdasan emosional anak.
Pelatihan ditutup dengan harapan agar para peserta mampu menerapkan keterampilan mendongeng dalam kegiatan layanan perlindungan anak, baik sebagai sarana edukasi, penyuluhan, maupun upaya pencegahan kekerasan terhadap anak.